hiyaaaaaaahhhhhhhhhhhhh….
masyarakat Jepang tu ya..
saking hidup hemat, mereka rela berjalan berkilo-kilo meter dari rumah hanya untuk mendapatkan kebutuhan rumah tangga dengan harga yang murah!!!
ckckckc….
nah, sekarang nie…coba kita liat deh…gimana mereka memperlakukan sampah…
what’s!!! junk!!! yup!
kaget pasti…ternyata saking begitru pentingnya kebersihan di Jepang…
tempat sampah pun ikut masuk dalam undang-undang pemerintahnya…
selain itu tempat-tempat smapahnya juga di kasih nama “empat sekawan”
mo bukti?
check this out!
Empat Sekawan
Awal melihatnya saya terkagum-kagum. Hebat!! Pikir saya. Hanya untuk membuang sampah disediakan tempat secantik ini? ckckck. Terpisah pisah pula. Benda yang saya beri nama Empat Sekawan ini adalah tempat sampah Jepang, yg berupa tempat sampah yg khusus memisahkan sampah terbakar (basah,plastik), tidak terbakar, kertas koran/majalah, kaleng/botol. Modelnya beragam, disesuaikan dengan kebutuhan. Yang di stasiun kereta api terbuat dari aluminium, terlihat keras, dan kuat. Yang di ruang kelas dari plastik, berukuran mungil, berwarna-warni. Yang untuk kebutuhan temporer seperti sampah di acara-acara festival, terbuat dari karton. Tapi, whenever it is, whatever it is for, si tempat sampah keren ini akan selalu setia bergandeng empat.
Membuang sampah
Si empat sekawan di atas adalah salah satu bukti penggalakan recycle di Jepang. Selain peraturan membuang sampah dimana sampah harus dimasukkan ke plastik khusus untuk dibuang. Plastik khusus ini dibuat berdasarkan undang-undang pemerintah, dan dijual di supermarket-supermarket. Plastiknya transparan, di bagian luarnya tertulis pemerintah kota X, jenis sampah, dll. Plastik untuk setiap jenis sampah(basah/terbakar, plastik, botol/kaleng, tidak terbakar) berlainan. Kalau sampah dibuang tanpa menggunakan plastik ini, maka sampah tsb tidak akan diangkut oleh mobil sampah.
Terbayang kan, repot dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk ‘membuang’ sampah, harus beli 4 macam plastik, dan harus dipisah-pisahkan. Dan memang, biaya hidup bertambah dengan keharusan membeli plastik khusus ini yg harganya tidak bisa dibilang murah, tapi mungkin ini merupakan salah satu strategi pemerintah Jepang untuk mengurangi produksi sampah(Logikanya, buang sampah kan mahal, kurangi sampah ah, gitu).
Kebijakan penggunakan plastik sampah khusus ini tergantung dari pemerintah setempat. Karena itu, belum semua daerah di Jepang menggunakannya. Tetapi daerah-daerah tersebut tentu saja memiliki planning untuk sesegera mungkin menjalankan program tsb.
Sampah Basah
Sampah yg paling banyak dihasilkan rumahtangga mungkin sampah basah. Khusus ini, salah satu produsen alat-alat listrik Jepang menciptakan tempat sampah elektronik, yg langsung memproses sampah basah yg dimasukkan ke dalamnya menjadi pupuk kompos. Walaupun harganya lumayan mahal, dan bisa dikatakan belum terjangkau untuk keluarga berpenghasilan rata-rata, tapi penciptaan tempat sampah ini juga merupakan salah satu bukti usaha keras Jepang mengurangi sampah yang mesti dibuang ke alam.
Kisah Seorang Teman Jepang
Saya tinggal di asrama dengan orang-orang Jepang, dan kami menggunakan dapur bersama. Suatu hari, saya mendapati seorang teman mencuci piring lamaaa sekali. Kemudian saya dekati, dan saya tanya, “sedang apa?”. “Oh ini, sedang membersihkan minyak bekas pakai”,katanya. Saya perhatikan minyak bekas pakai itu dibersihkan dengan teliti menggunkan kertas koran tdk terpakai, dan dibuang ke jenis sampah terbakar. “Kenapa tidak dialirkan saja?kan praktis”,tanya saya lagi.”Oh, itu, saya pernah, waktu smp, belajar kalau untuk menetralkan beberapa mili minyak saja, dibutuhkan air bersih berliter-liter”. “Hebat”, saya memujinya.
Setelah itu yang saya pikirkan adalah, hebat juga anak Jepang, bahkan anak yg sedikit ‘tidak beres’(teman ini) serius memikirkan masalah lingkungan.
Tapi dengan cerita-cerita di atas, jangan sangka Jepang benar-benar bersih tanpa sampah sedikitpun, loh. Jepang juga punya sampah berserakan, dan punya masalah berat tentang sampah.
Shibuya dan angan-angan saya tentang Jepang
Waktu masih SMU, saya pernah membaca artikel tentang bagaimana bersihnya Jepang, dan bagaimana mereka benar-benar melakukan recycle. Sejak saat itu yang saya bayangkan tentang Jepang adalah negara bersih, sebersih-bersihnya, dan saya kemudian punya keinginan untuk mengunjungi negara bersih itu.
Lalu kemudian karena nasib, saya benar-benar bisa mengunjunginya. Saat tiba di Jepang, saya perhatikan jalan-jalan dari bandara ke asrama, dan hmm..hmm benar-benar bersih, pikir saya. Tapi kemudian saya kecewa saat ke Shibuya.
Shibuya adalah nama suatu tempat, yang bisa dikatakan teramai di Tokyo. Tempat mangkal anak-anak muda(cerita tentang Shibuya bisa dibaca di HIKARI edisi perdana). Pada hari kami(saya dan teman2) tiba di Jepang, kami diajak jalan-jalan oleh kakak-kakak senior, ‘melihat-lihat kota’ sekalian belanja kebutuhan sehari-hari.
Ceritanya saat berdiri menunggu lampu penyeberangan hijau, saya iseng-iseng melihat ke bawah(jalan dan pinggir-pinggir trotoar).Dan oh!!! ternyata ada sampah!Puntung rokoklah, bungkus permenlah, macam-macam.
Sejak hari itu image saya tentang Jepang sedikit berubah.
Cleaning Day
Asrama tampat tinggal saya punya program bersih-bersih yang diberi nama Cleaning Day. Dilaksanakan sebulan sekali, dan dikuti secara per kelompok kebersihan. Kami mengitari asrama, dan memungut sampah-sampah yang ada. Hasilnya? Sampah yang terpungut memang jarang, tapi ada. Itu menandakan bahwa sampah berserakan di Jepang itu masih ada.
Tempat Pembuangan Sampah dan Dream Island
Pertambahan sampah yang sangat besar terjadi setelah PDII. Dimana pemerintah Jepang khususnya wilayah Tokyo kemudian mengalami krisis tempat pembuangan sampah, sehingga di tahun 1957 menetapkan sebuah lokasi laut dangkal di Teluk Tokyo sebagai tempat pembuangan sampah, dan diberi nama yumenosima(dream island). Dalam waktu 10 tahun, dream island telah sampai pada batas daya tampungnya, dan menghasilkan sebuah pulau kecil yang terbuat dari sampah. Kemudian untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan timbunan sampah ini(bau, dsb), pemerintah Tokyo kemudian melakukan pembangunan, menjadikan pulau sampah tersebut benar-benar menjadi pulau mimpi spt namanya, dengan membangun taman, museum, pacuan kuda dsb. Saat ini, dream island menjadi salah satu pilihan tempat rekreasi masyarakat Tokyo dan sekitarnya.
Tempat pembuangan sampah adalah masalah utama yang dihadapi Jepang di bidang sampah. Dengan jumlah sampah setahun yang mencapai 140 kali Tokyo Dome(Tokyo Dome:stadion olahraga yang berdiri di atas tanah seluas 46.755 m2, dengan volum 1.240.000 m3 ),lokasi pembuangan sampah di seluruh Jepang diperkirakan hanya bisa menampung sampah sampai kurang lebih 13 tahun yang akan datang. Setelah itu sampah akan dibuang kemana? Bahkan orang Jepang sendiri belum menemukan jawabannya.
Seperti itulah, karena wilayah Jepang yang sempit, tidak ada lahan untuk membuang sampah. Dan karena itu, program recycle benar-benar dijalankan untuk mengurangi sampah, selain tujuan untuk penghematan sumber daya alam.
Mungkin
teman-teman berpikir, kenapa tidak membangun dream island-dream island yang lain sebagai solusinya? Tentu teman-teman bisa memikirkan, bahwa tidak mudah membangun sebuah dream island. Diperlukan teknologi tinggi, bagaimana agar sampah-sampah bisa membentuk pulau yang kuat, yang nantinya tidak akan bercerai- berai, bagaimana agar sampah-sampah yang ada tidak saling bereaksi menimbulkan zat-zat berbahaya, misalnya, dan bagaimana-bagaimana yang lain. Dan tentu saja, dibutuhkan biaya yang sangat tinggi.
Empat Sekawan
Awal melihatnya saya terkagum-kagum. Hebat!! Pikir saya. Hanya untuk membuang sampah disediakan tempat secantik ini? ckckck. Terpisah pisah pula. Benda yang saya beri nama Empat Sekawan ini adalah tempat sampah Jepang, yg berupa tempat sampah yg khusus memisahkan sampah terbakar (basah,plastik), tidak terbakar, kertas koran/majalah, kaleng/botol. Modelnya beragam, disesuaikan dengan kebutuhan. Yang di stasiun kereta api terbuat dari aluminium, terlihat keras, dan kuat. Yang di ruang kelas dari plastik, berukuran mungil, berwarna-warni. Yang untuk kebutuhan temporer seperti sampah di acara-acara festival, terbuat dari karton. Tapi, whenever it is, whatever it is for, si tempat sampah keren ini akan selalu setia bergandeng empat.
Membuang sampah
Si empat sekawan di atas adalah salah satu bukti penggalakan recycle di Jepang. Selain peraturan membuang sampah dimana sampah harus dimasukkan ke plastik khusus untuk dibuang. Plastik khusus ini dibuat berdasarkan undang-undang pemerintah, dan dijual di supermarket-supermarket. Plastiknya transparan, di bagian luarnya tertulis pemerintah kota X, jenis sampah, dll. Plastik untuk setiap jenis sampah(basah/terbakar, plastik, botol/kaleng, tidak terbakar) berlainan. Kalau sampah dibuang tanpa menggunakan plastik ini, maka sampah tsb tidak akan diangkut oleh mobil sampah.
Terbayang kan, repot dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk ‘membuang’ sampah, harus beli 4 macam plastik, dan harus dipisah-pisahkan. Dan memang, biaya hidup bertambah dengan keharusan membeli plastik khusus ini yg harganya tidak bisa dibilang murah, tapi mungkin ini merupakan salah satu strategi pemerintah Jepang untuk mengurangi produksi sampah(Logikanya, buang sampah kan mahal, kurangi sampah ah, gitu).
Kebijakan penggunakan plastik sampah khusus ini tergantung dari pemerintah setempat. Karena itu, belum semua daerah di Jepang menggunakannya. Tetapi daerah-daerah tersebut tentu saja memiliki planning untuk sesegera mungkin menjalankan program tsb.
Sampah Basah
Sampah yg paling banyak dihasilkan rumahtangga mungkin sampah basah. Khusus ini, salah satu produsen alat-alat listrik Jepang menciptakan tempat sampah elektronik, yg langsung memproses sampah basah yg dimasukkan ke dalamnya menjadi pupuk kompos. Walaupun harganya lumayan mahal, dan bisa dikatakan belum terjangkau untuk keluarga berpenghasilan rata-rata, tapi penciptaan tempat sampah ini juga merupakan salah satu bukti usaha keras Jepang mengurangi sampah yang mesti dibuang ke alam.
Kisah Seorang Teman Jepang
Saya tinggal di asrama dengan orang-orang Jepang, dan kami menggunakan dapur bersama. Suatu hari, saya mendapati seorang teman mencuci piring lamaaa sekali. Kemudian saya dekati, dan saya tanya, “sedang apa?”. “Oh ini, sedang membersihkan minyak bekas pakai”,katanya. Saya perhatikan minyak bekas pakai itu dibersihkan dengan teliti menggunkan kertas koran tdk terpakai, dan dibuang ke jenis sampah terbakar. “Kenapa tidak dialirkan saja?kan praktis”,tanya saya lagi.”Oh, itu, saya pernah, waktu smp, belajar kalau untuk menetralkan beberapa mili minyak saja, dibutuhkan air bersih berliter-liter”. “Hebat”, saya memujinya.
Setelah itu yang saya pikirkan adalah, hebat juga anak Jepang, bahkan anak yg sedikit ‘tidak beres’(teman ini) serius memikirkan masalah lingkungan.
Tapi dengan cerita-cerita di atas, jangan sangka Jepang benar-benar bersih tanpa sampah sedikitpun, loh. Jepang juga punya sampah berserakan, dan punya masalah berat tentang sampah.
Shibuya dan angan-angan saya tentang Jepang
Waktu masih SMU, saya pernah membaca artikel tentang bagaimana bersihnya Jepang, dan bagaimana mereka benar-benar melakukan recycle. Sejak saat itu yang saya bayangkan tentang Jepang adalah negara bersih, sebersih-bersihnya, dan saya kemudian punya keinginan untuk mengunjungi negara bersih itu.
Lalu kemudian karena nasib, saya benar-benar bisa mengunjunginya. Saat tiba di Jepang, saya perhatikan jalan-jalan dari bandara ke asrama, dan hmm..hmm benar-benar bersih, pikir saya. Tapi kemudian saya kecewa saat ke Shibuya.
Shibuya adalah nama suatu tempat, yang bisa dikatakan teramai di Tokyo. Tempat mangkal anak-anak muda(cerita tentang Shibuya bisa dibaca di HIKARI edisi perdana). Pada hari kami(saya dan teman2) tiba di Jepang, kami diajak jalan-jalan oleh kakak-kakak senior, ‘melihat-lihat kota’ sekalian belanja kebutuhan sehari-hari.
Ceritanya saat berdiri menunggu lampu penyeberangan hijau, saya iseng-iseng melihat ke bawah(jalan dan pinggir-pinggir trotoar).Dan oh!!! ternyata ada sampah!Puntung rokoklah, bungkus permenlah, macam-macam.
Sejak hari itu image saya tentang Jepang sedikit berubah.
Cleaning Day
Asrama tampat tinggal saya punya program bersih-bersih yang diberi nama Cleaning Day. Dilaksanakan sebulan sekali, dan dikuti secara per kelompok kebersihan. Kami mengitari asrama, dan memungut sampah-sampah yang ada. Hasilnya? Sampah yang terpungut memang jarang, tapi ada. Itu menandakan bahwa sampah berserakan di Jepang itu masih ada.
Tempat Pembuangan Sampah dan Dream Island
Pertambahan sampah yang sangat besar terjadi setelah PDII. Dimana pemerintah Jepang khususnya wilayah Tokyo kemudian mengalami krisis tempat pembuangan sampah, sehingga di tahun 1957 menetapkan sebuah lokasi laut dangkal di Teluk Tokyo sebagai tempat pembuangan sampah, dan diberi nama yumenosima(dream island). Dalam waktu 10 tahun, dream island telah sampai pada batas daya tampungnya, dan menghasilkan sebuah pulau kecil yang terbuat dari sampah. Kemudian untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan timbunan sampah ini(bau, dsb), pemerintah Tokyo kemudian melakukan pembangunan, menjadikan pulau sampah tersebut benar-benar menjadi pulau mimpi spt namanya, dengan membangun taman, museum, pacuan kuda dsb. Saat ini, dream island menjadi salah satu pilihan tempat rekreasi masyarakat Tokyo dan sekitarnya.
Tempat pembuangan sampah adalah masalah utama yang dihadapi Jepang di bidang sampah. Dengan jumlah sampah setahun yang mencapai 140 kali Tokyo Dome(Tokyo Dome:stadion olahraga yang berdiri di atas tanah seluas 46.755 m2, dengan volum 1.240.000 m3 ),lokasi pembuangan sampah di seluruh Jepang diperkirakan hanya bisa menampung sampah sampai kurang lebih 13 tahun yang akan datang. Setelah itu sampah akan dibuang kemana? Bahkan orang Jepang sendiri belum menemukan jawabannya.
Seperti itulah, karena wilayah Jepang yang sempit, tidak ada lahan untuk membuang sampah. Dan karena itu, program recycle benar-benar dijalankan untuk mengurangi sampah, selain tujuan untuk penghematan sumber daya alam.
Mungkin
teman-teman berpikir, kenapa tidak membangun dream island-dream island yang lain sebagai solusinya? Tentu teman-teman bisa memikirkan, bahwa tidak mudah membangun sebuah dream island. Diperlukan teknologi tinggi, bagaimana agar sampah-sampah bisa membentuk pulau yang kuat, yang nantinya tidak akan bercerai- berai, bagaimana agar sampah-sampah yang ada tidak saling bereaksi menimbulkan zat-zat berbahaya, misalnya, dan bagaimana-bagaimana yang lain. Dan tentu saja, dibutuhkan biaya yang sangat tinggi.
Posted in Uncategorized
Tags: Japanese people and Junk!
Recent Comments